Thursday, October 22, 2009

Monday, October 12, 2009

Sheikh Abd. Qader Isa-Murabbi Syadhiliyah




Beliau ialah Syeikh Abdul Qadir bin Abdillah bin Qasim bin Muhammad bin Isa Azizy Al-Halabi As-Syazili. Nasabnya bersambung kepada Syeikh Umar Al-Ba’aj yang masih keturunan Imam Husein ra.

Beliau dilahirkan di kota Halab, Syria pada tahun 1338H/1920M dari kedua orang tua yang biasa–biasa saja, bukan keturunan ulama. Beliau hidup dengan senang dan serba berkecukupan bersama kedua orang tuanya.

Masa Muda Syeikh

Di awal masa mudanya, beliau sangat menyukai kegiatan olahraga dan pramuka. Beliau juga senantiasa mengenakan pakaian yang mewah, dan memakai minyak wangi yang paling mahal.

Ketika mendapat Hidayah Allah, beliau tidak lagi suka dengan gemerlap dan gebyarnya dunia. Ketika beliau berpaling dari dunia, cara hidupnya berubah total tidak sebagaimana kebiasaannya dulu yang senantiasa hidup dalam kelalaian dan kesenangan dunia. Kemudian beliau mendekatkan diri dan berserah kepada Allah.

Perjalanannya dalam mencari Ilmu

Beliau diberikan kecintaan menuntut ilmu, kemudian bersuhbah dengan para ulama di masanya, diantara guru-gurunya adalah: Syeikh Muhammad Zumar, dan Syeikh Ahmad Muawwad.

Pada tahun 1949 beliau aktif menjadi seorang pendidik di Madrasah Asy-Syubaniyah, beliau mengajar disana selama enam tahun.

Disela-sela kesibukan beliau sebagai sorang pendidik, beliau juga seorang imam dan khotib di Masjid Hamad.

Perjalanan spritualnya

Sebelum beliau bergabung dengan madrasah Asy–Syubaniyah, beliau pernah bersuhbah pada Syeikh Hasan Hasani, seorang Syeikh Tarekat Al–Qodiriyah. Kemudian beliau menempuh perjalanan spritualnya dibawah didikan dan gemblengannya hingga akhirnya ia di beri izin untuk mengembangkan tarekat ini. Dan ditengah-tengah suhbahnya beliau tetap mengajar di madrasah Syubaniyah.

Ketika beliau masih menuntut ilmu di madrasah Syubaniyah, beliau terkenal dengan sifat-sifatnya yang baik, dan budi pekertinya yang luhur, semangatnya yang tak pernah pantang menyerah, semua itu menunjukkan akan kepribadiannya yang baik. Maka tak heran meskipun beliau masih menjadi seorang pelajar, banyak teman-teman di madrasahnya berada dalam bimbingan dan irsyadatnya.

Diantara tanda ketinggian semangatnya dan kejujuran keinginannya untuk mendapatkan cinta dan keridhaan Allah, gelar masyikhoh tidak membuatnya sombong (gurur), dan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang telah diperolehnya berupa ketinggian dan kedudukannya, maka beliau senantiasa mencari seorang syekh yang kamil yang dapat mengenalkan dirinya kepada Allah. Tentang hal ini ia berkata:

“Aku pernah membaca dalam kitab syarah Al-Hikam karya Ibnu Ajibah, aku melihat didalamnya ada sesuatu yang aku sendiri belum merealisasikannya- meskipun pada saat itu aku sudah menjadi seorang Syekh, pada saat itu aku sadar sekali bahwa aku harus bersuhbah dengan seorang syekh yang kamil”.

Di kota Halab beliau belum mendapatkan apa yang diinginkannya, maka beliau memutuskan untuk pergi ke Damaskus. Disana beliau bertemu dengan para ulama setempat, akan tetapi dari sekian banyak ulama yang dijumpainya, beliau belum mendapatkan seorang syekh yang menjadi dambaannya. Lalu beliau berulang-ulang menziarahi kuburan Syekhul akbar Muhyiddin Bin Arabi r.a. lalu beliaupun mendapatkan ilham/petunjuk untuk bersuhbah kepada Syekh Muhammad Al-Hasyimi, salah seorang Syekh Thariqoh Asy-Syaziliyah. Lalu beliau mencarinya, dan mendapatkan syekh Muhammad Al-Hasyimi berada di masjid Al-Umawi di Damaskus sedang memberikan pembahasan ilmu tauhid kepada beberapa orang muridnya. Beliaupun mendatangi majlis Syekh Al-Hasyimi dan memperkenalkan dirinya, lalu Syekh Al-Hasyimi berkata kepadanya: “Engkau adalah orang yang paling akhir datang, dan Insya Allah engkau akan menjadi orang pertama diantara mereka, ketahuilah sekian lama aku telah lama menunggumu”.

Maka sempurnalah keinginannya untuk bersuhbah dengan seorang syekh yang kamil, beliau bersuhbah dengan Syekh Muhammad Al-Hasyimi tahun 1952 sampai Syekh Muhammad Al-Hasyimi wafat tahun 1961 M.

Ketika Syekh Al Hasyimi melihat pada diri Syekh Abdul Qodir Isa kemampuan untuk membimbing, maka beliau mengijazahkan wirid am dan khas dalam tarekat syaziliyah, sebagaimana diizinkan pula untuk membimbing dan mentarbiyah. hal itu terjadi pada tahun 1338 H / 1958.

Syekh Abdul Qodir Isa ketika itu masih menjadi imam dan khotib di masjid Sahah Hamad sampai akhirnya beliau ditempatkan di Masjid Al-Adiliyah, kemudian disana beliau membuka majlis zikir setiap hari kamis setelah shalat isya.

Syekh memakmurkan Masjid Al-Adiliyah dengan majlis-majlis ilmu dan zikir, hingga tersebarlah kemasyhurannya kesemua pelosok negeri, maka berbondong-bondonglah orang-orang belajar kepada beliau dengan berbagai macam tingkat keilmuan mereka. Setelah itu tersebar luaslah Tarekat yang beliau pimpin di sebagian besar wilayah Syiria, bahkan menyebarluas sampai ke negara-negara tetangga seperti: Yordan, Turki, Libanon, dan Irak. Dan terus menyebarluas kemasyhurannya sampai hampir tidak ada satu negarapun di dunia ini, melainkan terdapat para ikhwan dan murid-murid syekh. Dan tarekat ini pun sampai juga ke negeri Kuwait, Saudi Arabiyah, Maroko, Aprika selatan, Hindia, Pakistan, Inggris, Belgia, Prancis, Kanada, Amerika, dan negara-negara lainnya. Semua ini menunjukkan penguasaan Syekh yang luas dalam bidang ma’rifat, tarbiyah dan irsyad.

Syekh merupakan seorang pembaharu pertama dalam tarekat sufiyah secara umum dan tarekat syaziliyah secara khusus. Hal ini terbukti dari buku beliau yang berulang kali dicetak ulang dan diterjemahkan kedalam bahasa inggeris, turki, indonesia dan melayu hingga nama beliau terkenal di mana-mana.

Ketinggian maqom syekh terbukti dengan banyaknya murid-murid beliau dari berbagai macam tingkat pendidikan dari setiap negara. Murid-murid beliau laksana penyambung lidah beliau dalam dunia tarekat, karena Syekh tidak meninggalkan kekayaan ilmiyah kecuali buku (Haqoiq an At- Tasawuf) saja. Itu semua disebabkan kewajiban-kewajiban da’wah yang harus diperbaiki yang berada dipundaknya dalam rangka menyebarkan tarekat yang benar yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah. Masalah ini telah disebutkan dalam lembaran-lembaran buku beliau.

Inti dari manhaj beliau dan apa yang ingin beliau sampaikan kepada orang-orang, telah dituangkan dan jelaskan dalam bukunya ”Haqoiq an An- Tasawuf ” di mana buku ini sebagai pembuka dalam memahami ilmu syariat, tarekat dan hakikat. Hingga banyak orang menerima dan mengambil manfaat dari kitab ini sesuai dengan tingkat pendidikan mereka.

Karamah Syeikh

Diceritakan bahwa syeikh memiliki sejumlah karamah dan khusyufat (kepekaan spiritual) yang nyata, akan tetapi beliau menepis semua hal itu, bahkan senantiasa mengingatkan para murid agar tidak terjebak pada karamat dan khusyufat, dan beliau senantiasa menegaskan bahwa: “Karamat yang paling besar adalah istiqomah terhadap syariat Allah SWT”. Dan definisi tarekat menurut syekh adalah: beramal menurut syariat”. Ketika beliau mendefinisikan tasawuf, beliau berkata: “Tasawuf semuanya adalah akhlak, barang siapa yang bertambah akhlaknya maka bertambah pula nilai ketasawufannya”.

Selama lima tahun beliau mendapat kemuliaan tinggal di kota Madinah berdekatan dengan maqam Rasulullah Saw, kemudian menetap di Yordan tepatnya di kota Aman untuk berda’wah (menyeru kepada Allah), apa yang dilakukan beliau sebagaimana perilaku para Siddiqin al-mutahaqqiqin yang bila singgah di suatu tempat, masyarakat setempat senantiasa mengambil manfaat dari ilmu, prilaku, dan da’wahnya.

Pada tahun 1991 beliau pergi ke Turki mengunjungi salah seorang muridnya Sayyid Syekh Ahmad Fathullah, salah seorang khalifah tarekat. Ketika disana syekh terkena sakit, dan penyakitnya semakin parah, kemudian beliau dirawat di salah satu rumah sakit di kota Mar-asy, setelah itu beliau dipindahkan ke salah satu rumah sakit di kota Istambul.

Para doktor spesialis yang menangani syekh merasa heran, karena tidak sedikitpun tampak diwajah Syekh adanya rasa sakit, beliau diam, tanpa mengeluh sedikitpun. Hati, mata hati, dan seluruh tubuhnya tenggelam merasakan kebesaran dan mahabbah Allah Swt.

Salah seorang putra Syekh ingin menenangkan perasaan, dan kesadaran Syekh, dan dari masa komanya yang panjang, juga dari kesehatan akalnya, karena sejak sakit beliau tidak berbicara dengan siapapun. Sebelum Syekh sakit beliau selalu memberikan pendidikan khusus dengan putranya ini, karena itulah putranya bertanya tentang bait syair yang pernah didengar dari bapaknya, untuk mengingatkan kepada yang hadir bahwa Allah selalu menangani (memelihara) orang-orang shalih. Alhamdulillah kondisi kesadaraan, kepekaan, dan akal syekh dalam keadaan normal. Diamnya Syekh dikarenakan beliau sedang hanyut dengan cinta Allah Swt. Lalu putranya membacakan bait syair yang berbunyi:

Hai orang yang bertanya kepadaku tentang Rasulullah,bagaimana ia lupa

Lupa itu ………………………………..

Kemudian ia berhenti, dan berkata kepada bapaknya, wahai bapakku tolong sempurnakan untukku bait syair ini, sambil mencandainya, lalu syekh menoleh kepadanya, dan menyempurnakan bait itu:

Lupa itu dari setiap hati yang lalai dan main-main

Lupa lubuk hatinya dari segala sesuatu

Maka ia lupa dari yang selain Allah

Beliau terus mengulang-ngulang bait syair ini: Lupa itu dari setiap hati yang lalai dan main-main

Kemudian mengalirlah air matanya dan menangis, setelah itu beliau tidak pernah berbicara dengan siapapun.

Wafatnya

Beliau wafat pada hari sabtu, jam 6 sore, tanggal 18 Rabiulakhir 1412H, bertepatan dengan tanggal 26 Januari 1991M. Beliau dimakamkan di samping sahabat Rasulullah yang agung Abu Ayyub Al–Anshari ra di Istanbul, Turki.

Dengan wafatnya beliau kaum muslimim merasa kehilangan seorang mursyid kamil, arif billah, dan tokoh spritual yang alim yang keberadaannya sangat diperlukan ummat. Semoga Allah merahmati dan menempatkan beliau disisiNya yang paling tinggi, dan menempatkan beliau di syurga yang luas bersama para Nabi, siddiqin, syuhada dan orang-orang soleh. Amin.

As-Syahid Umar Mukhtar


Tokoh terbilang ini nama penuhnya Omar al-Mokhtar Muhammad Farhat Abridan Muhammad Mukmin Buhadimeh Abdullah bin Manaf Bin Muhsen bin Hasan bin Ikrimah bin al-Wataj Bin Sufyan bin Khaled bin al-Joshafi bin Toher Bin al-Arqa’ bin Sa’id bin Uwaidah bin al-Jareh bin Khofi bin Hisham Bin Manaf al-Kabir yang berketurunan sampai kepada bangsa Quraisy.

Omar dilahirkan di perkampungan Timur Jenzur di timur Libya bersempadan dengan Mesir pada 1858M. Beliau lahir dalam keadaan yatim piatu apabila kedua-dua ayah dan ibunya meninggal dunia semasa dalam perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadat haji.

Omar mendapat pendidikan awal di desanya sebelum melanjutkan di peringkat menengah di bandar al-Jaghbub kira-kira 500 kilometer dari ibu negara Libya, Tripoli.

Beliau menetap di situ selama lapan tahun untuk mendalami ilmu-ilmu agama di tangan para ulama tersohor seperti Imam Saiyid al-Mahdi as-sanusi tokoh ulama sufi tarekat as-Sanusiyyah. Beliau sempat belajar bahasa Arab, subjek-subjek yang berkaitan dengan Syariat Islamiah, ilmu-ilmu al-Quran dan menghafaznya dalam usia yang begitu muda.


Kepintaran beliau dapat dikesan oleh para gurunya dan mendapat perhatian serius dalam setiap subjek yang dipelajari. Begitu juga bakat kepimpinan yang ditampilkan beliau semasa belajar di situ. Beliau sering dipuji melangit oleh guru-gurunya kerana contoh teladan yang ditunjukkan di samping disiplin ketika belajar.

Beliau telah diminta oleh Syeikh al-Mahdi untuk mengiringinya ke Sudan dan Chad pada 1899 ketika beliau berusia 37 tahun memimpin pasukan mujahidin as-Sanusiyyah menentang penjajah Perancis, di mana beliau sudah mula terlibat dalam jihad menentang penjajah yang sering mendatangkan masalah kepada negara.

Menyertai Jihad

Libya merupakan destinasi kedua Itali selepas Turki yang ditaklukinya pada 29 September 1911 untuk melenyapkan pemerintahan Islam Othmaniyyah yang akhirnya jatuh pada 1924 di tangan Inggeris. Ia menghadapi tentangan hebat daripada tentera Itali yang mahu menakluk Libya seluruhnya, ini bermakna selepas tahun 1911, suasana untuk belajar secara formal tidak lagi dianggap munasabah, kerana di mana-mana pelosok dibanjiri dengan peluru dan bom tentera Itali.

Omar al-Mokhtar telah biasa dengan suasana itu. Ketika umurnya 37 tahun beliau telah menyertai jihad menentang Perancis di sempadan Sudan dan Chad, iaitu satu usia yang dianggap muda khususnya dalam suasasan peperangan.

Libya menanti kehadiran pasukan tentera laut Itali yang menyeberangi Laut Mediterranean untuk menyusup masuk bandar Tripoli dan Benghazi pada 1912, iaitu dianggap tahun berlakunya peperangan besar antara tentera Itali dan Libya.

Mujahidin Libya yang diketuai oleh Omar al-Mokhtar berjaya membunuh belasan tentera laut Itali, mengusir 400 daripada mereka dan merampas persenjataan perang serta alat-alat kelengkapan perang yang menjadikan pergerakan mereka lebih mudah untuk mengusir dan bertahan.

Kejayaan Omar al-Mokhtar menghadapi tentera Itali boleh dibahagikan kepada tiga aspek penting :

  1. Menghalang kemasukan tentera laut Itali dari Mesir dan memperkukuh barisan mujahidin di bandar Marmarika.
  2. Pengawasan mujahidin di persempadan negara-negara jiran seperti di al-’Arqub, Salnatah dan al-Mukhili.
  3. Persediaan mujahidin sepenuhnya di Miswas dan Ajdabiya yang merupakan pintu masuk penjajah.

Jeneral Itali yang bertugas pada waktu itu sudah dapat menghidu pergerakan Omar al-Mokhtar serta perancangannya, maka beliau mengarahkan supaya mencetuskan peperangan hanya menunggu di Umm Syakhnab, Syalizimah dan Zuwaitinah, ia berlaku pada 1914M hingga tercetusnya Perang Dunia Pertama.

Ketokohan Omar Terserlah

Perang Dunia I berlarutan antara 28 Julai 1914 hingga 11 November 1918 dan ia bermula di rantau Balkan dan ketika itu juga kebanyakan negara-negara Barat atau lebih dikenali sebagai negara-negara yang menyimpan dendam kesumat terhadap Islam akibat kekalahan dalam perang Salib satu ketika dahulu. Mereka menyimpan hasrat untuk membalas dendam terhadap negara-negara umat Islam di seluruh dunia. Negara-negara yang jelas menunjukkan kebencian terhadap Islam adalah seperti Belanda, Perancis, Jerman, Itali, Britain, Sepanyol dan lain-lain.

Apabila tentera Itali mula memasuki Libya peringkat demi peringkat serta mencetuskan kekacauan pada 1922, Omar al-Mokhtar menyusun strategi untuk menghadapi kemaraan tentera-tentera Itali yang tidak diundang.

Selain sibuk dengan kelas-kelas pengajian al-Quran dengan anak-anak orang kampungnya, beliau tetap mempersiapkan generasi muda untuk bangkit berjihad ketika beliau mencecah usia hampir 50 tahun. Tetapi semangat untuk berjihad tetap membara seperti ketika beliau menemani gurunya satu ketika dahulu di sempadan Sudan dan Chad menghadapi kerakusan bala tentera Perancis.

Omar al-Mokhtar dan anak-anak buahnya yang berjihad walaupun pada peringkat awal berjaya melepasi serangan demi serangan daripada pihak Itali yang merasakan bahawa kepimpinan dan pengalamannya dalam peperangan sukar untuk ditembusi, kepimpinannya dikagumi pihak musuh, namun kehadiran tentera Itali di bumi Libya adalah untuk menaklukinya.

Justeru, mereka juga mempunyai pelbagai perancangan dan kemudahan peralatan berbanding Omar dan rakan-rakannya yang berbekalkan senjata lapuk. Namun keimanan yang cukup tingi kepada Allah SWT merupakan senjata ampuh yang sukar dikalahkan dan mereka tetap menjadi sasaran musuh untuk dikalahkan. Bagi mereka (musuh Itali) jika Omar dapat dikalahkan bermakna mudahlah Libya di bawah penguasaan mereka.

Dihukum Gantung Sampai Mati

Akhirnya Omar berjaya ditahan. Beliau dan beberapa orang kanannya didakwa dan dibicarakan, keputusan menyebut bahawa Omar al-Mokhtar didapati bersalah kerana melawan kerajaan Itali dan dijatuhkan hukuman gantung sampai mati.

Sebelum beliau digantung pada pagi 16 September 1931 di hadapan pembesar Angkatan Tentera Itali, beliau meminta izin untuk berpesan kepada seluruh rakyat Libya yang hadir untuk menyaksikan hukuman berkenaan dan jasadnya yang terakhir sebelum terkulai layu sebagai syahid.

Beliau meingatkan kepada mereka: “Kita tidak akan menyerah dengan mudah kepada pihak musuh, kerana sama ada kita menang ataupun kita mati, ini bukanlah penghujung perjuangan kita. Bahkan kamu semua juga akan menghadapi peperangan demi peperangan, jika kamu gugur, ia akan diteruskan oleh generasi selepas kamu, adapun umur aku sendiri hanya setakat ini, tetapi ia terus hidup menjadi kenang-kenangan sampai bila-bila (sekurang-kurangnya aku telah menunjukkan jalan yang baik) untuk mempertahan agama Allah yang benar di muka bumi ini.”







Beliau lebih awal mencium wangian syurga..Insyallah, nantikan generasi muda kami pulak Insyallah..Hanya Islam saja yang layak bertapak di atas muka bumi sebgai sebuah pemerintahan....AL FATEHA BUAT UMAR MUKHTAR..

Saturday, October 10, 2009

Tuan Guru Haji Ghazali

Tuan Guru Haji Ghazali

HAJI GHAZALI PULAI CHONDONG (1916 – 1969)

Seorang ulama’ besar, ahli tasawuf, anggota Jemaah Ulama’ Majlis Agama Islam Kelantan dan pengarang kitab ialah Tuan Guru Haji Ghazali Pulai Chondong, Machang, Kelantan. Beliau meninggal dunia sewaktu usia yang masih muda iaitu ketika berumur 53 tahun, pada tahun 1969 akibat diserang penyakit kencing manis. Tarikh kematiannya ialah pada 29 Oktober 1969,hari Rabu, pukul 9.30 pagi di Hospital Kota Bharu dan dikebumikan bersebelahan pusara ayahandanya di Tanah Perkuburan Islam Kampung Surau, Pulai Chondong.

Tuan Guru Haji Ghazali ialah anak kepada pasangan Hajjah Kalsom bt. Ismail dan Haji Ismail bin Muhammad yang terkenal dengan gelaran “Tok Bangkok”. Beliau mempunyai seramai 12 orang adik-beradik. Antaranya Tuan Guru Haji Ahmad Batu Tiga, Pasir Mas dan Tuan Guru Haji Mokhtar, Kg.Siram, juga di Pasir Mas.Beliau dilahirkan di Kampung Lati, Pasir Mas kira-kira pada tahun 1916.

Selepas dibesarkan dengan didikan pengajian al-Quran, beliau belajar pula dengan Tuan Guru Haji Ahmad Batu Tiga (abang sulungnya). Kemudian beliau menyambung pelajarannya ke Pondok Kenali, Kota Bharu belajar kepada al-Alim al-Allamah Haji Muhammad Yusof Kenali (Tok Kenali), yang ketika itu telah tua dan uzur. Tidak lama kemudian Tok Kenali meninggal dunia (1933).

Tok Kenali

Walaupun orang yang mashyur itu meninggal dunia beliau belum berpuas hati belajar, lalu pergi belajar pula kepada Haji Umar bin Ismail Nuruddin di Sungai Keladi.

Apabila berumur 18 tahun Tuan Guru Haji Ghazali belajar di Makkah al-Mukarramah selama empat tahun. Beliau pernah belajar bersama Tuan Guru Haji Abdul Rahman, Sungai Durian.

ALMARHUM
TUAN GURU HAJI ABDUL RAHMAN BIN SULAIMAN
(1923-1988)

Antara gurunya termasuklah Sayyid Alawi, Syeikh Muhammad Amin Kutbi, Syeikh Hassan Masyat, Syeikh Muhammad Shafie’ Kedah ; juga daripada Haji Abdul Salam Kubang Pasu (pengikut Sidi Muhammad al-Azhari).

Di kota Makkah jugalah beliau melangsungkan perkahwinannya yang pertama 1940, iaitu dengan Hajjah Fatimah bt. Haji Abdul Rahman yang berasal daripada Kok Lanas.Hasil perkahwinan beliau di sana, dikurniakan oleh Allah seorang cahaya mata iaitu Hasiah.

Berikutannya, beliau kembali ke Kelantan untuk berkhidmat menaburkan ilmu pengetahuannya. Pada mulanya beliau membantu abangnya (Tuan Guru Haji Ahmad) mengajar di Pondok Simpol, Tok Uban, Pasir Mas. Selanjutnya beliau membuka pondok sendiri di Kampung Kok Lanas, mengajar selama kira-kira lapan tahun iaitu sehingga tahun 1948, kemudian berpindah ke Kampung Galang, Pulai Chondong dan di sinilah pondoknya kian berkembang dan mendapat sambutan ramai.

Pada tahun 1949 beliau berkahwin pula dengan Hajjah Halimah bt. Haji Abdul Rahman. Adapun isteri awalnya, Hajjah Fatimah berpisah setelah mendapat empat orang anak iaitu Hasiah ( suri rumah ), Abdul Rashid (kerja sendiri), Mohd Amin (pegawai pendidikan) dan Mariam (suri rumah).

Tuan Guru Haji Ghazali mendapat 15 orang anak semuanya. Empat dengan isteri pertama, dua dengan isteri kedua dan sembilan dengan isteri ketiga.

Adapun anak yang ada bakat untuk mengambil tempatnya ialah anak dengan Hajjah Solehah iaitu Haji Ahmad Siuti @ Abdul Halim, walaupun masih muda tetapi berminat dengan Tariqat Ahmadiah. Beliaulah yang tampil menghidup kembali pondok peninggalan babonya itu, sekali gus dilantik menjadi Imam Masjid ar-Rahman, Mukim Kampung Galang, Pulai Chondong.

Di antara anak-anaknya yang berjaya menyambung pelajaran ke
institut-institut pengajian tinggi :

1. Mohd Amin - UKM/USA

2. Rahmah - UM

3. Mohd Mahyuddin - UKM

4. Abdul Salam - UKM/UPM

5. Salma - UKM

6. Solahuddin - USM

7. Abdul Hamid - USM

Di dalam usaha mengembangkan ilmu pengetahuan, Tuan Guru Haji Ghazali telah mengajar kitab-kitab seperti Tafsir Jalalain, Baidhawi, Ihya’ ‘Ulumuddin, Minhaj al-‘Abidin, al-Qatani Qastalani dan lain-lain.

Beliau juga mengajar al-Quran berbalik dan pandai Qiraat Tujuh kerana beliau sempat menghafaz al-Quran dan Qiraat Tujuh dengan Haji Ismail Qurra’ di Makkah yang berasal dari Rantau Panjang, Kelantan.

Tuan Guru Haji Ghazali telah pergi ke Makkah kali kedua pada tahun 1951 dengan membawa isterinya Hajjah Halimah. Beliau berada selama dua tahun, tetapi Hajjah Halimah berada selama tiga musim haji. Pada tahun 1966, beliau sekali lagi pergi ke Makkah serta melawat ke Syria, ‘Iraq, Jordan dan Mesir, juga melawat ke tempat-tempat bersejarah, makam para nabi dan ‘aulia’ bersama dengan Tuan Guru Haji Abdul Rahamn, Sungai Durian dan Tuan Guru Haji Wan Yusof, Kemuning.

Pada tahun 1955 beliau telah dilantik oleh Majlis Ugama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan menjadi anggota Jemaah Ulama’ Majlis Ugama Islam Kelantan, ini kerana kebolehan dan kelayakan beliau.

Mengikut isterinya lagi, Tuan Guru Haji Gahzali tidak banyak tidur, beliau tidur jam 11.00 malam dan bangun jam 3.00 pagi untuk sembahyang sunat tahajjud dan membaca al-Ahzab Sidi Ahmad bin Idris R.A (pengasas Tariqat Ahmadiyyah). Mengajar selepas Subuh hingga pukul 11.00 pagi kemudian rehat dan mengajar lagi selepas zohor smapai asar. Lepas Asar beliau biasanya membaca al-Quran dan Aurad dan berada di mihrabnya di masjidnya.

“ Saya juga ikut dengan Ahzab Sidi Ahmad bin Idris R.A itu, saya rasa khusuk dengannya,” kata Hajjah Halimah dengan linangan air mata, seolah-olah ada sesuatu yang menyedihkan hatinya.

Tuan Guru Haji Ghazali walaupun meninggal dalam usia yang muda, tetapi beliau sempat menulis beberapa buah buku, antaranya ialah :

  1. Penetapan ke Alam Abadi, selesai terjemah 19 April 1966, cetakan pertama, September 1967, PustakaAman Press, Kota Bharu. Terjemahan daripada risalah karangan ibnu Aqilah. Buku ini membicarakan tentang ilmu tauhid, syurga, neraka, ahli syurga, ahli neraka dan lain-lain.
  1. Peraturan Mengambil Wuduk dan Menunaikan Sembahyang Fardhu Lima Waktu dan Doanya, digantung maknanya
    bersama-sama supaya mudah hafaz.
  1. Ada sebuah tulisan tangan dalam bidang tasawuf yang belum sempat di cetak.Sangat disayangi oleh Hajjah
    Halimah dan sukar didapati.

Walau bagaimanapun sumbangan Tuan Guru Haji Ghazali tetap besar, ramai muridnya yang berjaya menjadi mubaligh, guru-guru agama dan menyambungkan pengajaran cara pondok.


sumber :


klik kat sini

Angin Damai Buat Ummah

Imam Abdullah Ibn Mubarak pernah berkata: " Tatkala kamu mengingati orang soleh nescaya telah turun rahmat keatas kamu."Begitu juga kata dari Saidina Ali karamallahu wajhah iaitu : " Kamu duduk bersama alim ulama' maka bertambah ilmu,dan kamu duduk dengan orang yang punyai adab nescaya bertambah segan kamu.."Memang terlalu banyak kata-kata yang dinukilkan oleh para tokoh terdahulu untuk mengambarkan tentang kedudukan seorang ulama' disisi agama...Maka entry kali nie,nak kongsi sedikit sebanyak gambar Tuan Guru Nik Aziz..



Tokoh yang sedia berhadapan dengan onak duri dakwah demi islam yang tercinta...



betapa jaganye pandangan tok guru pada perempuan itu....kita kena contohi pewaris Nabi untuk amalan hidup kita.....

Bersama beliau walaupun sekejap mampu mengukir seribu kenangan































Ya Allah, jadikan la kami sekuatnya untuk menjulang agama mu ya Allah....



Tokoh yang disayangi Rakyat......





Ya Allah...Jadikanlah kami ZUHUD sepertinya Ya Allah......










Ya Allah...Tabahnya HambaMu ini......

Sumbe:r Blog Utamaku

My Video Gallery